Tulusan berikut saya copy dari yani.widianto.com
mohon ijin karena tulisan ini sangat bermanfaat bagi orang tua yang memiliki anak usia dini
mohon ijin karena tulisan ini sangat bermanfaat bagi orang tua yang memiliki anak usia dini
Mengapa Anak TK Tak Boleh Diajari Calistung?
Bahkan Mice pun sadar dng masalah
sekolah di negeri ini! @ Kompas 4/3/2012
Pertanyaan bpk ANH:
Apa dengan tidak mengajarkan ke anak
(Calistung) di usia emas nya itu berarti memanjakankan anak yang memiliki
kemampuan akademisnya…..
Kita khan bisa menyelipkan huruf2 ato
angka2 dalam proses bermain anak. Kalau mereka mampu kenapa tidak diteruskan
(kemampuan otak anak juga berbeda-beda ada yang mudah nangkap dan ingatannya
tajam dan ada juga yang tidak khan Bu…..)
Jawaban:
Jd begini Pak, kami menyadari bahwa
mayoritas orang Indonesia itu tdk memahami perkembangan otak anak, hal itu
mengakibatkan para ortu salah mengasuh dan para guru salah mendidik. Dan apa
akibatnya dr salah2 itu?
Kita bisa lihat orang tua yg
seharusnya sdh dewasa bertingkah spt anak2. Banyak. Contoh gampangnya anggota
DPR kita yth. Tingkahnya persis anak TK. Kerja nggak bener tp minta imbalan
lebih, nggak dikasih ma rakyat tp malah ngelunjak.
Contoh ke-2, kita lebih banyak
mencetak insan2 bermental pegawai bukan visioner, bukan pakar/ahli dibidang
masing2, bukan orang2 yg bermental pengusaha pembuka lowongan kerja. Rakyat
Indonesia tdk suka mengambil resiko kegagalan, pilih jd pegawai krn tenang
mendapat gaji bulanan tp ketika di PHK kelabakan nggak punya keterampilan.
Contoh ke-3, kita terbiasa mengapresiasi
rangking teratas (5/10 besar), nilai sempurna (80-100) kita jarang
mengapresiasi kerja keras mereka dalam belajar. Padahal ada anak yg sudah
belajar mati2an tapi mereka tetep gak dpt nilai bagus gak dapet rangking krn
kemampuan mereka tdk sama dan bakat mereka pun beda2. Akibatnya? ketika UN
sekolah melakukan kecurangan diamini oleh ortu (sdh terjadi bukan?) Kalau anak2
kita terbiasa dihargai kerja kerasnya bukan angka atau nilainya semata, mereka
pasti menolak disuruh curang, karena mereka PD dengan hasil usaha belajarnya
sendiri, tapi nyatanya…buanyakkk anak2 itu yg melaksanakan perintah memalukan
itu. Dan kita sekarang pun memiliki pahlawan cilik kejujuran segala.
Para ahli otak di dunia termasuk di
Indonesia semacam Indonesian Neuroscience Society sdh lama melakukan penelitian
bahwa: otak anak2 itu belum berkembang sempurna(matang) hingga dia berusia
20-25th! stlh sempurna baru mereka dianggap yg namanya “Dewasa”. Bayangkan!
Otak kita dibagi 3: batang otak
(diatas leher), limbik (kepala bg belakang), dan pre frontal cortex/PFC (kepala
bag depan/di jidat). Perkembangan ketiganya itu pun sesuai dng urutan diatas.
Jd PFC itulah yg terakhir berkembang dng sempurna dan yg menandakan seseorang
mjd dewasa.
Kita pasti sdh familiar dengan kisah
Rosulallah yg ketika mengimami sholat beliau sujudnya lamaaaa sekali. Lalu para
sahabat bertanya: “kenapa lama? apakah Rosulallah sedang menerima wahyu dr
Allah SWT?” Rosul menjawab:”tidak, cucuku tadi menaiki punggungku”. Jd beliau
menunggu sampai cucunya turun dr punggungnya. Beliau tdk memberi isyarat pd
cucunya unt turun. Tak spt kita, kalau kita paling dicubit itu anak hahaha..
benar bukan?
Apa yg kita petik dr kisah diatas?
Rosul lebih mementingkan/mendahulukan cucunya yg sedang bermain2 ketimbang
ibadahnya! Subhanallah…!
Dan apa hubungan kisah diatas dengan
perkembangan otak?
Sambungan otak anak2 itu belum
sempurna, otak mereka baru siap menerima hal2 kognitif pada usia 7-8 th.
Sebelum usia itu, dunia mereka yg pantas adalah hanya bermain, bermain dan
bermain. Dan mereka PUN tidak boleh DIMARAHI. Allahuakbar! Sebelum ada ahli
otak yg meneliti, Rosulallah sudah menerapkan hal itu pada cucunya!
Lalu apa akibatnya kalau masa2 usia
bermain mereka direnggut untuk belajar hal2 yg kognitif? –> Dewasanya kelak
mereka bertingkah spt anak kecil: suka mengurung burung demi kesenangannya
sendiri, sakit2an karena ingin diperhatikan orang2 sekitarnya, spt anggota DPR
yg saya tuliskan di atas, korupsi demi kepentingan diri
sendiri/keluarga/golongan dan tdk merasa bersalah malah ngeles terus di
pengadilan, dannn sikap kekanak2an lainnya
Kalau kita ingin membuktikannya, ada
ciri2 yang mudah kita lihat bahwa perkembangan otak anak2 belum siap untuk
menerima hal2 kognitif :
(1) ketika kita membacakannya sebuah
cerita/dongeng mereka akan meminta kita mengulanginya lagi, lagi dan lagi. Kita
yg tua sampai bosen tp dia tak pernah bosen mendengar cerita kesukaannya itu
diulang2 berkali-kali berhari-hari.
(2) mereka yg antusias belajar membaca lalu bisa, tapi mereka tidak paham dengan apa yg mereka baca.
(2) mereka yg antusias belajar membaca lalu bisa, tapi mereka tidak paham dengan apa yg mereka baca.
Silahkan dipraktikkan.
Kalau mereka hari ini minta
dibacakan cerita A besok minta cerita B besoknya lagi C esok lagi D dan kalau
mereka sdh paham dengan apa yg dibacakan, artinya otak mereka sdh siap menerima
hal2 yg kognitif.
Lalu apa yg seharusnya kita ajarkan
pada mereka (0-7/8th)?
1. JANGAN DIMARAHI
2. TIDAK DIAJARKAN MEMBACA, MENULIS,
MENGHITUNG.
3. Bermain role play; memahami
bahasa tubuh, suara dan wajah; berbagi hal yg memberikan pengalaman emosional,
field trip, mendengarkan musik, mendengarkan dongeng,
4. Bahkan, anak usia 0-12th
pengasuhan dan pendidikannya ditujukan untuk membangun emosi yg tepat, empati,
(mood & feeling)
Jadi, aturan pemerintah tentang usia
masuk SD harus minimal 7th itu bukan tanpa alasan.
Tentu boleh2 saja menyelipkan angka
dan huruf, tapi tidak belajar membaca dan menulis dan menghitung.
Mudah nangkep & ingatannya tajam
atau tidak bukanlah ukurannya.
Bagaimana dengan tidak mengajarkan
anak calistung diusia emas diartikan kita memanjakan anak? wong dia belum bisa
mikir itu sudah waktunya dipelajari atau belum :) Usia emas itu jualannya
susu Formula Pak.. Usia emas
semestinya kita artikan sebagai masa2 tumbuh kembang anak yg paling pas untuk
kita tanamkan budi pekerti dan akhlak yg mulia.
Slogan TK: bermain sambil belajar,
belajar seraya bemain JANGAN diartikan dng BELAJAR calistung.
Para peneliti otak diseluruh dunia
sepakat bahwa PFC seorang anak belum siap untuk dijejalkan hal2 yg kognitif.
Apa akibat dr pemaksaan terhadap hal2 kognitif?
- membuat anak tidak mampu
menunjukkan emosi yg tepat.
- kendali emosi (intra personalnya
terganggu)
- sulit menunjukkan empati.
Sudah banyak ortu yg mengeluhkan:
anak2nya ketika masih usia dini sangat antuasias belajar CALISTUNG lalu ortunya
merespon dengan memberikan porsi lebih banyak entah mengajari sendiri secara
intensif atau memasukkannya ke les2 calistung daaannnn ujung2nya datang pada
satu masa anak2 itu bosan lalu akhirnya mogok belajar mogok sekolah. mereka
menjadi malas. Itu terjadi karena otaknya yg terforsir sudah kelelahan. Bahkan
ada yg saat mau ujian malahan blank, nggak bisa mikir sama sekali.
Tenang, Pak… kita hanya perlu waktu
3 bulan untuk melatih seorang anak bisa metematika, namun diperlukan waktu
lebih dari 15 tahun untuk bisa membuat seorang anak mampu berempati, peduli
teman dan lingkungan serta memiliki karakter yang mulia untuk bisa menciptakan
kehidupan yang lebih baik. Ini sudah terbukti.
Jadi sudah sangat jelas alasan saya
tidak setuju dengan diadakannya lomba calistung untuk anak TK dan sederajat di
Madrasah kita. ahh belum lagi efek kejiwaan yg dihasilkan pd anak2 itu karena
mengikuti lomba2 terlalu dini apalagi calistung. Sudah terlalu panjang, kapan2
Insyallah saya tulis jg disini.
Wassalam.
*Pengetahuan yg saya tulis diatas
saya dapatkan (sarikan) dari hasil mengikuti seminar2 parenting ibu Elly
Risman, Psi dan talkshow2 serta tulisan2 Ayah Edy.
*Ini saya lampirkan Surat Edaran Dirjen Mandikdasmen tentang larangan Calistung
pada PAUD dan larangan ujian/tes untuk masuk SD. Silahkan di
download. Bisa ditunjukkan pada sekolah yg memberlakukan syarat tes calistung
untuk masuk SD dan sederajat.
Silahkan anda meninggalkan kesan pada tulisan saya
terimakasih sebelumnya :)